6000 dari 8000 Izin Usaha Pertambangan Bermasalah
JAKARTA--Kasus tumpang tindih ijin pertambangan merebak sejak daerah
diberi kewenangan mengeluarkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) sesuai
dengan amanat dalam UU Minerba No. 4/2009 dan sesuai dengan kebijkan
Otonomi daerah UU 34/2004.
Indonesian Resources Studies (IRESS), mencatat 6000 dari 8000 IUP terjadi tumpang tindih lahan.
" Kami mencatat 6000 dari 8000 IUP terjadi tumpang tindih lahan dan
itu terjadi setelah daerah diberi kewenangan untuk mengeluarkan IUP,"
papar Ketua IRESS, Marwan Batubara, Jakarta, Kamis (28/12).
Lebih lanjut Warwan mengatakan, Pemerintah pusat dan daerah lebih
menitik beratkan penetapan kebijakan dalam rangka kepentingan ekonomi
dan keuangan : maksimalisasi pendapatan, royalti, pajak, dan retribusi.
" Pemerintah hanya mengutamakan pendapatan tanpa menghiraukan soal
lingkungan, keberatan masyarakat, pemerataan, keadilan, keamanan,
seperti yag diamanatkan UUD 1945 agar sumberdaya alam dikuasai dan
dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat
telah diabaikan dan potensi perusakan lingkungan semakin besar,"
katanya.
Marwan menilai Pemerintah telah gagal mematuhi UUD 1945, melestarikan lingkungan dan melindungi kepentingan rakyat.
Dari data IRESS, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menemukan ada
lebih dari 4000 ijin tambang batubara yang bermasalah di sejumlah daerah
di Indonesia.
" Biaya politik lokal yang tinggi mendorong para oknum pemda untuk
mengeluarkan ijin kuasa pertambangan (KP). Jumlah IUP yang dikeluarkan
pemda yang kaya batubara naik signifikan menjelang pilkada," ungkap
Marwan.
Kabupaten yang mengeluarkan IUP paling banyak adalah Kabupaten Kutai
Kartanega disusul Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera
Selatan.
" Ditjen pajak dan KPK sebaiknya terus melakukan usaha penyidikan
terhadap indikasi pembangkangan pembayaran pemasukan negara oleh
perusahaan batubara skala besar," tegasnya.
Sumber : Majalah Tambang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar