JAKARTA--Sebanyak 23.229 individu dari berbagai negara, juga 30
dukungan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dari Sulawesi Tengah membuat
surat kepada Presiden SBY untuk menghentikan penambangan nikel di
Kecamatan Bahodopi, Sulawesi Tengah.
Para individu dan aktivis ini memprihatinkan dampak negatif yang
telah terjadi akibat penambangan nikel di Kec. Bahodopi, Sulawesi
Tengah. Rumah warga dan jalan ke sekolah di Desa Bahodopi, Keurea,
Fatupia, Trans Makarti, dan Bahomakmur terendam banjir pada bulan Juli
2011 akibat jebolnya jembatan holing (digunakan sebagai perlintasan
mobil perusahaan). Akibatnya sungai Bahongkolangu meluap.
Menurut Andika, Koordinator Divisi Kampanye Jatam Sulawesi, banjir
ini dipastikan sebagai dampak aktivitas eksploitasi nikel perusahaan PT.
Bintang Delapan Makmur (BDM). Berbekal IUP tahun 2010 wilayah
pertambangan perusahaan ini mencakup 9 desa, yakni Bahomoahi,
Bahomotefe, Lalampu, Lele, Dampala, Siumbatu, Bahodopi, Keurea, dan
Fatufia. Operasi BDM mulai tahun 2010 dan diperkirakan berakhir tahun
2025.
“ Banjir telah terjadi berulangkali akibat penambangan ini. Warga
telah melakukan aksi protes agar penambangan dihentikan pada Agustus
2010. Bukannya menanggapi tuntutan warga, Polres Morowali justru
menangkap 28 warga dengan alasan merusak fasilitas perusahaan tambang,”
kata Andika melalui siaran persnya, Jumát (06/01).
Selain itu, lanjut Andika, perusahaan tambang yang masuk ke ruang
hidup masyarakat secara sepihak, tanpa memperhatikan aspirasi warga,
seperti dimanatkan oleh Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara,
operasinya dibiarkan melenggang kangkung oleh aparat.
Untuk melengkapi surat individu dari 8 negara tersebut, JATAM
Sulteng juga membuat surat mendesak Presiden Republik Indonesia Soesilo
Bambang Yudhoyono segera memeriksa dan memerintahkan penutupan
perusahaan PT BDM, agar memerintahkan perusahaan memperbaiki kondisi
lingkungan setempat yang telah hancur akibat eksploitasi
pertambangan.Terutama pemulihan kondisi hutan damar yang menjadi pusat
pencaharian ekonomi masyarakat sekitar.
Sementara Pius Ginting, Manajer Kampanye Tambang dan Energi WALHI
menyatakan, pengeluarkan IUP oleh Bupati Morowali adalah sama dengan
tindakan Bupati Bima mengeluarkan IUP buat perusahaan tambang PT.SMN
yang telah diprotes warga, dan dihadapi kekerasan kepolilsian
mengakibatkan tiga orang tewas.
“ Ini menunjukkan bahwa syarat persetujuan warga bilamana ruang hidup
mereka dijadikan kawasan tambang adalah mutlak. Syarat persetujuan
warga ini secara semu telah diakui oleh UU no 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara. Agar tak semu, maka WALHI telah
mengajukan uji materi UU Pertambangan Mineral dan Batubara ke Mahkamah
Konstitusi pada April 2010. Sangat disayangkan, keputusan MK belum
keluar hingga hari ini, padahal kesimpulan persidangan telah diberikan
WALHI pada Maret 2011,” papar Pius.
Menurut dia, WALHI berharap agar MK peka terhadap banyaknya konflik
pertambangan dan rakyat yang terjadi. Agar segera mengeluarkan
keputusan, agar korban lebih banyak lagi bisa terhidar dari protes
penepatan wilayah pertambangan yang dibuat sepihak oleh pemerintah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar