Jakarta – TAMBANG. Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI) Sofyano Zakaria mengatakan, pengalihan saham dari Kodeco Energy dan CNOOC kepada PT Sinergindo Citra Harapan dan Pure Link Investment Ltd di Blok West Madura offshore, bukan urusan business to business (B to B).
Buktinya, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi bisa merekomendasikan pengurangan saham masing-masing pihak menjadi 10%, dan menaikkan participating interest Pertamina menjadi 60%. “Seharusnya, BP Migas juga bisa merekomendasikan Pertamina mendapat 100%,” tandasnya.
Lewat emailnya ke Majalah TAMBANG, Senin, 2 Mei 2011, Sofyano menilai rekomendasi yang dibuat Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) pada 28 April 2011, bermuatan intervensi kepada Kodeco dan CNOOC .
Rekomendasi tersebut, bertolak belakang dengan pernyataan BP Migas sebelumnya bahwa penjualan saham oleh Kodeco dan CNOOC ke Sinergindo dan Pure Link Investment adalah B to B. Sebelumnya, BP Migas juga mengatakan tidak bisa intervensi terhadap pengalihan saham itu.
Sofyano mengatakan, jika BP Migas berwenang memutuskan pelepasan participating interest (saham) masing- masing pihak di West Madura, mestinya BP Migas juga mampu memaksa Kodeco dan CNOOC melepas sahamnya ke Pertamina.
Maksudnya, Kodeco dan CNOOC tidak perlu melepas 12,5% sahamnya ke Sinergindo dan Pure Link Investment, karena dua perusahaan itu tidak mempunyai rekam jejak yang jelas di sektor migas. Saham 12,5% itu pantasnya dilepas ke Pertamina, yang sudah telah terlibat dalam proyek West Madura Offshore, juga pemegang saham mayoritas.
“Tetapi nyatanya BP Migas hanya menggiring Pertamina dapat tambahan participating interest 10%, menjadi 60%. Ini yang jadi pertanyaan besar, atas dasar pertimbangan apa BP Migas tetap berpihak dan mengusulkan Sinergindo dan Pure Link mendapat saham di West Madura,” ujarnya.
Tak hanya itu, dirinya menilai kehadiran Sinergindo dan Pure Link Investment, yang didukung BP Migas untuk mendapat masing-masing 10%, tidak tepat. Seharusnya BP Migas bisa mencegah itu.Toh untuk mengurangi saham Sinergindo dan Pure Link masing-masing 2,5% saja bisa.
Menurut Sofyano, kalau yang mendapat participating interest masing-masing 10% adalah Kodeco dan CNOOC, dirinya bisa memaklumi. Karena dua perusahaan itu telah 30 tahun bersama-sama Pertamina dalam proyek West Madura.
“Akan tetapi Pertamina sebagai national oil company, seharusnya didukung untuk mendapat tambahan 30% atau menjadi 80%. Bukannya hanya mendapat 10%, yang terkesan hanya basa basi BP Migas kepada Pertamina,” jelasnya.
Dengan menempatkan Pertamina baik sebagai Operator West Madura maupun sebagai pemegang saham mayoritas di West Madura, baik dengan total saham 80% atau 100%, lanjut Sofyano, mampu melahirkan keuntungan yang dominan buat negara, baik dari pajak maupun dividen. Daripada diberikan kepada pihak asing maupun swasta.
“Ini harusnya jadi pemikiran dasar para pejabat BP Migas maupun Kementerian ESDM. Sayangnya para pejabat tersebut malah mengekspos ketidakmampuan Pertamina, demi tetap berpihak kepada pihak asing dan swasta. Ini jadi pertanyaan besar,” tegasnya.
Di kesempatan lain Kepala BP Migas, R Priyono mengatakan, Pertamina bisa saja langsung menjadi operator di blok minyak blok West Madura Offshore, setelah kontrak operator Kodeco Energy habis pada 6 Mei mendatang.
Namun Priyono mengaku, tidak berharap banyak West Madura bisa memproduksi 30.000 barel per hari, guna menambal lifting. Karena ia memperkirakan, produksi minyak di West Madura Offshore hanya 14.000 barel per hari.
“West Madura diperkirakan hanya menambah produksi 14.000 barel per hari dan itu pun tak langsung. Paling baru tercapai akhir tahun ini,” ujar Priyono Priyono saat menghadiri Seminar dan Pameran CSR Sektor ESDM di Balai Kartini, Jakarta, Senin, 2 Mei 2011.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar