Rekomendasi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) terkait kelanjutan pengelolaan Blok West Madura Offshore (WMO) tidak hanya meragukan, namun diduga sarat manipulasi.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menyatakan, pertemuan 13 April 2011 yang dijadikan dasar oleh BP Migas dalam membuat rekomendasi kelanjutan pengelolaan WMO pada 28 April 2011, adalah rapat liar. “Tujuannya untuk mempertahankan Sinergindo dan Pure Link Investment di kepemilikan saham,” ujarnya.
Seperti diketahui pada Kamis, 28 April 2011, BP Migas mengeluarkan rekomendasi kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, terkait kelanjutan pengelolaan West Madura Offshore. Rekomendasi itu didasarkan pada di kantor Direktorat Jenderal Migas pada Rabu, 13 April 2011, dan rapat di kantor BP Migas pada Rabu, 27 April 2011.
Rekomendasi itu mengusulkan Pertamina sebagai operator di West Madura, dengan participating interest (kepemilikan saham) 60%. Sedangkan Kodeco Energy, CNOOC, PT Sinergindo Citra Harapan, dan Pure Link Investment Ltd masing-masing mendapat 10%.
Marwan menyatakan, rapat-rapat tersebut adalah rapat liar. Tidak ada selembar pun surat resmi yang dilayangkan ke Pertamina, untuk menghadiri rapat-rapat yang sangat penting itu. Semuanya menggunakan undangan lisan lewat telepon atau SMS.
Celakanya, lanjut Marwan, BP Migas dengan kewenangannya memaksa Pertamina ikut rapat dengan Kodeco, membahas kelanjutan pengelolaan West Madura Offshore. “Termasuk rapat 13 April itu juga rapat liar,” tandasnya kepada Majalah TAMBANG, Jumat, 29 April 2011.
Pertamina sendiri, kata Marwan, tidak pernah meminta participating interest 60%. Perusahaan minyak milik negara itu, tetap berpegang pada permintaannya ke Menteri Energi dan Menteri BUMN tertanggal 4 Mei 2010, untuk mendapatkan 100% participating interest di WMO.
“Sampai hari ini pun sikap Pertamina tidak berubah, tetap minta 100%,” kata Marwan lagi. Namun BP Migas pada 28 April 2011, malah merekomendasikan Pertamina mendapat 60%. “Apa lagi niatnya kalau bukan mempertahankan Sinergindo dan Pure Link,” tukasnya.
Dari penelusuran Majalah TAMBANG, terungkap bahwa setelah 13 April 2011, sebenarnya berlangsung rapat lagi pada 18 April 2011. Dalam rapat itu, Pertamina kembali menegaskan ingin mengelola West Madura dengan participating interest 100%.
Pada rapat 13 April 2011, salah satu pejabat Pertamina yang hadir, memang sempat meneken notulensi hasil rapat. Dalam notulensi itu disebutkan, Pertamina mendapat 60% participating interest di West Madura, sementara Kodeco, CNOOC, Sinergindo, dan Pure Link masing-masing 10%.
Namun sumber Majalah TAMBANG mengatakan, pejabat tersebut terkesan dijebak. Karena saat itu, seluruh tim hukum yang dibawa Pertamina diminta keluar ruangan rapat oleh pejabat BP Migas. Saat tim hukum Pertamina kembali ke ruangan, notulensi dalam posisi sudah ditandatangani.
Sumber itu pun menyesalkan, dalam membuat rekomendasinya ke Menteri Energi, BP Migas tidak menyertakan notulensi rapat pada 18 April 2011. “Hanya notulensi rapat 13 April dan 27 April 2011 yang dijadikan pertimbangan. Yang 18 April terkesan disembunyikan,” tutur sumber tersebut.
Marwan sendiri tidak habis pikir, mengapa BP Migas begitu ngotot mempertahankan Sinergindo dan Pure Link Investment. “Tapi BP Migas ini kan cuma pelaksana. Dia hanya melaksanakan perintah dari bosnya, pimpinan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,” sambungnya.
Demi keluar dari kemelut ini, IRESS pun mendesak dilakukan tender ulang pengelola West Madura Offshore. “Kontraknya diterminasi sesuai habisnya masa berlaku, lalu dibuka tender ulang. Kalau Sinergindo dan Pure Link masih berminat, silahkan ikut tender itu,” ujarnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar