Social Icons

Pages

Rabu, 11 Januari 2012

Aktivis Indonesia serta 8 Negara Surati Presiden SBY Hentikan Penambangan Nikel di Sulawesi Tengah

JAKARTA--Sebanyak 23.229 individu dari berbagai negara, juga 30 dukungan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dari Sulawesi Tengah membuat surat kepada Presiden SBY untuk menghentikan penambangan nikel di Kecamatan Bahodopi, Sulawesi Tengah.
Para individu dan aktivis ini memprihatinkan dampak negatif yang telah terjadi akibat penambangan nikel di Kec. Bahodopi, Sulawesi Tengah. Rumah warga dan jalan ke sekolah di Desa Bahodopi, Keurea, Fatupia, Trans Makarti, dan Bahomakmur terendam banjir pada bulan Juli 2011 akibat jebolnya jembatan holing (digunakan sebagai perlintasan mobil perusahaan). Akibatnya sungai Bahongkolangu meluap.
Menurut Andika, Koordinator Divisi Kampanye Jatam Sulawesi, banjir ini dipastikan sebagai dampak aktivitas eksploitasi nikel perusahaan PT. Bintang Delapan Makmur (BDM). Berbekal IUP tahun 2010 wilayah pertambangan perusahaan ini mencakup 9 desa, yakni Bahomoahi, Bahomotefe, Lalampu, Lele, Dampala, Siumbatu, Bahodopi, Keurea, dan Fatufia. Operasi BDM mulai tahun 2010 dan diperkirakan berakhir tahun 2025.
“ Banjir telah terjadi berulangkali akibat penambangan ini. Warga telah melakukan aksi protes agar penambangan dihentikan pada Agustus 2010. Bukannya menanggapi tuntutan warga, Polres Morowali justru menangkap 28 warga dengan alasan merusak fasilitas perusahaan tambang,” kata Andika melalui siaran persnya, Jumát (06/01).
Selain itu, lanjut Andika, perusahaan tambang yang masuk ke ruang hidup masyarakat secara sepihak, tanpa memperhatikan aspirasi warga, seperti dimanatkan oleh Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara, operasinya dibiarkan melenggang kangkung oleh aparat.
Untuk melengkapi surat individu dari 8 negara tersebut,  JATAM Sulteng juga membuat surat mendesak Presiden Republik Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono segera memeriksa dan memerintahkan penutupan perusahaan PT BDM, agar memerintahkan perusahaan memperbaiki kondisi lingkungan setempat yang telah hancur akibat eksploitasi pertambangan.Terutama pemulihan kondisi hutan damar yang menjadi pusat pencaharian ekonomi masyarakat sekitar.
Sementara Pius Ginting, Manajer Kampanye Tambang dan Energi WALHI menyatakan,  pengeluarkan IUP oleh Bupati Morowali adalah sama dengan tindakan Bupati Bima mengeluarkan IUP buat perusahaan tambang PT.SMN yang telah diprotes warga, dan dihadapi kekerasan kepolilsian mengakibatkan tiga orang tewas.
“ Ini menunjukkan bahwa syarat persetujuan warga bilamana ruang hidup mereka dijadikan kawasan tambang adalah mutlak. Syarat persetujuan warga ini secara semu telah diakui oleh UU  no 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Agar tak semu, maka WALHI telah mengajukan uji materi UU Pertambangan Mineral dan Batubara ke Mahkamah Konstitusi pada April 2010. Sangat disayangkan, keputusan MK belum keluar hingga hari ini, padahal kesimpulan persidangan telah diberikan WALHI pada Maret 2011,” papar Pius.
Menurut dia, WALHI berharap agar MK peka terhadap banyaknya konflik pertambangan dan rakyat yang terjadi. Agar segera mengeluarkan keputusan, agar korban lebih banyak lagi bisa terhidar dari protes penepatan wilayah pertambangan yang dibuat sepihak oleh pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar